Selasa, 31 Agustus 2010

PERSAUDARAAN ISLAM



Oleh : KH Abdullah Bin Nuh



Anda adalah saudaraku. Betapa keadaan anda dan apapun kebangsaan anda. Apapun
bahasa anda dan bagaimanapun warna kulit anda. Anda saudaraku walaupun anda tdk
kenal aku dan tdk tahu siapa bundaku. Walaupun aku tdk pernah tinggal serumah
dgn anda dan belum pernah seharipun hidup bersama anda dibawah satu atap
langit.

Anda adalah saudaraku. Walaupun anda berpangkat tinggi. Mendapat kedudukan yg
mulia. Menguasai ilmu yg luas. Dan mempunyai pengaruh yg besar. Atau memiliki
harta yg banyak.


Anda adalah saudaraku walaupun misalnya anda penduduk planet Mars dan aku hanya
penghuni planet beredar bernama bumi ini.

Tidak. Tidak usah anda bersusah payah mencari-cari buku sejarah silsilah
keturunan. Jangan memaksa-maksa diri mencari2 dari catatan2 nenek moyang.
Jangan pula anda bersedih lantaran aku bukan si Anu putra si Anu dari famili
Anu. Atau lantaran kita tdk bertemu pada nenek pertama atau nenek kesepuluh
atau keseratus atau seterusnya hingga berujunglah penelitian kita kpd
bapak-bapak kita Nabi Adam dan Ibu Hawa, tatkala keduanya makan buah fana ini.
Tidak usah begitu! Karena hubungan semacam ini kadang2 terjadi antara seorang
penghuni syurga dan seorang lagi kekal di neraka.

Namun anda adalah saudaraku… karena anda adalah seorang Muslim. Setelah itu aku
tak peduli apakah anda org Eropa, India, Turki, atau Cina. Bangsa Barat atau
Timur. Atau apa saja yg anda kehendaki. Karena ini merupakan penggolongan2
sederhana yg tdk berarti bagiku setelah kurenungkan dalam2.

Anda saudaraku. Karena kita bersama-sama menyembah Tuhan yg Satu. Mengikuti
Rasul yg satu. Menghadap kiblat yg satu. Dan terkadang kita berkumpul disebuah
padang yg luas, yaitu padang Arafah. Kita sama2 lahir dari hidayah Allah.
Menyusu serta menyerap syariat Nabi Muhammad SAW. Kita sama2 bernaung dibawah
langit kemanusiaan yg sempurna. Dan sama2 berpijak pada bumi kepahlawanan yg
utama.

Katakanlah demi Tuhanmu. Diufuk mana dijagat raya ini terdapat persaudaraan yg
lebih utama dari pada ini? Jangan sampai Allah mempertemukan kita apabila kita
tdk beriman pada-Nya dan tidak berlindung kpd benteng pertahanan ini.

Marilah wahai saudaraku sayang. Kita duduk bersama-sama sebagaimana layaknya
dua saudara atau dua sahabat karib. Kita saling memperbincangkan hal ini. Dan
yg kita jadikan sbg sarana bertukar fikiran serta alat pemersatu kita adalah
bahasa yg dipakai Allah dlm menurunkan kitab yg kita baca bersama siang malam
itu (yaitu bahasa Arab), jangan kau ragu ungkapkan isi hatimu padaku! Rasa
takut. Harapan. Kenyerian. Kenikmatan. Kegembiraan. Dan Kesedihan. Karena aku
ingin berbagi rasa dalam hal ini. Demi Allah, aku sungguh sangat ingin!

Mari wahai saudaraku sayang. Kita bahu membahu mengibarkan setinggi-tingginya
bendera suci dan agung ini. Agar org2 di barat maupun di timur melihatnya
berkibar diangkasa. Sehingga bergabunglah kpdnya siapa saja org2 yg telah
ditulis Allah sbg org yg bahagia di dunia dan di akhirat. Dan akan berpalinglah
siapa saja org yg ditulis Allah sbg org yg celaka.

Mari wahai saudaraku sayang. Kita singkap sejenak dari hadapan kita penutup
tipis dan tembus pandang yg kita bentangkan antara kita. Yg kita anyam dgn
tangan2 kita sendiri dari benang2 perbedaan pandangan dan salah faham dlm
masalah mazhab yg sepele itu. Dan nun jauh disana. Didalam kehangatan kalimah
tauhid pemersatu kita. Dari kampung ikatan rohani. Kita bersatu tolong
menolong. Bantu membantu. Bahu membahu. Mengurus kepentingan2 kita bersama.
Disanalah tercapainya cita2 kita. Marilah kita bersepakat mengerjakan
kewajiban2 kita. Mengembalikan keluhuran kita yg telah rusak. Membangun kembali
bangunan kita yg telah runtuh.

Alangkah merdunya bicaramu wahai saudaraku sayang. Alangkah agungnya
keikhlasanmu yg nampak diwajahmu nan cerah. Alangkah indahnya kasih sayangmu yg
bersenandung dalam untaian kata2mu. Betapa sucinya cita2mu yg memancar dari
mata air nan suci yg mengalir dari lubuk hatimu. Alangkah besar gairahmu
terhadap agama kita yg Haq ini.

Ya. Dibalik samudra bebas yg menggunung gelombangnya. Dibalik lautan jihad yg
terus menerus. Dan dibalik kesabaran tiada terbatas. Disana ditempat yg jauh,
akan kita temukan mutiara yg hilang yg kita cari. Yg kini masih terpendam di
dlm lumpur impian dan kenyataan. Yang digenangi oleh Nur kejayaan dan
keindahan. Kesemuanya itu tergantung pada bersatunya kekuatan. Jernihnya akal
fikiran. Pimpinan yg bijaksana. Niat yg ikhlas. Mati yg lebih gembira
menyaksikan kejayaan umat dari pada terpenuhinya keinginan hawa nafsu. Penuh
kesabaran dan keyakinan teguh. Dengan itulah kita membuat kapal utk menjalani
tugas dan menghasilkan cita2. Karena saat terpenting didalam sejarah
kebangkitan kita ialah saat dimana kapal itu akan membongkar sauh dan memulai
pelayarannya yg agung. Maka berkibarlah bendera dan berkumpullah para
penumpang.

Lantas berserulah Sang Penyeru, “Naiklah ke kapal dgn nama Allah saat berlayar
dan saat berlabuhnya. Sungguh Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar